Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penulisan "Di" yang Benar. Jangan Sampai Keliru!

penulisan-di-yang-benar

Penulisan "Di" yang Benar―Walau terlihat remeh, penulisan "di" ternyata seringkali membingungkan bagi sebagian orang. Saya masih melihat banyak orang yang keliru menulis "di". Padahal, jika memahami konsepnya, penulisan "di" tidaklah rumit.

Bagaimana Konsep Penulisan "Di"?

Dalam bahasa Indonesia, bentuk “di” memiliki dua fungsi: kata depan dan awalan. Dua fungsi inilah yang memengaruhi penggunaan kata "di": dipisah atau digabung. Jika "di" berfungsi sebagai kata depan maka penulisannya dipisah. Sementara itu, jika “di” berfungsi sebagai imbuhan maka penulisannya digabung.

Bagaimana perbedaan antara "di" yang dipisah dan digabung? Coba perhatikan dua fungsi "di" berikut ini!

“Di” sebagai Kata Depan

Kata depan dalam istilah linguistik dikenal dengan preposisi. Menurut Kridalaksana, preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina) sehingga membentuk frase eksosentris direktif.

Jadi begini, intinya kata depan itu adalah bentuk kata yang berada di depan bentuk kata lain. Gabungan dua bentuk kata yang salah satunya kata depan membentuk frase eksosentris direktif. Pada umumnya frase ini berfungsi sebagai keterangan.

Kata depan mempunyai fungsi yang penting dalam sebuah kalimat. Kata depan membuat arti atau maksud dalam kalimat lebih jelas. Jika sebuah kalimat seharusnya menggunakan kata depan, kalimat tersebut akan kehilangan maknanya apabila kata depan dilesapkan.

Coba perhatikan kalimat ini!

Karena tak tahan lapar, akhirnya saya makan di warung.

Unsur “di” pada kata tersebut berfungsi sebagai kata depan. Kehadiran “di” pada kalimat tersebut menjadi sangat penting karena “di” merujuk keterangan tempat untuk aktivitas (makan) yang dilakukan (oleh) saya.  Bagaimana jika kata depan “di” dihilangkan? Maka bentuk kalimatnya akan menjadi seperti ini.

Karena tak tahan lapar, akhirnya saya makan warung.

Apabila kata “di” dihilangkan, maka kalimat yang dihasilkan tentu akan memiliki makna yang berbeda jauh dengan kalimat yang pertama, bukan?

Karena fungsinya sebagai kata, maka penulisan “di” harus berdiri sendiri alias dipisah dengan kata yang mengikutinya. Nah, sampai di sini jelas ya mengapa “di” sebagai kata depan tidak boleh dirangkai. Kalau "di" bisa berdiri sendiri, ngapain harus ngelendot sama kata lain, iya kan? 😅


“Di” sebagai Awalan

Ada beberapa jenis imbuhan (afiks) dalam tata bahasa kita. Imbuhan yang berada di awal dinamakan awalan (prefiks), imbuhan yang berada di tengah dinamakan sisipan (infiks), imbuhan yang berada di akhir dinamakan akhiran (sufiks), dan imbuhan yang terdiri atas gabungan imbuhan dinamakan imbuhan gabungan (konfiks).

Kata “di” sebagai awalan menandakan bahwa “di” adalah imbuhan yang berada di awal atau di depan kata dasar. Fungsi awalan “di” adalah membentuk kata kerja (verba) pasif. Karena “di” sebagai awalan bukanlah kata, maka bentuk “di” tidak bisa berdiri sendiri. Keberadaannya harus melekat pada kata dasar. Oleh karena itu, penulisan “di” sebagai awalan harus dirangkai atau selalu terikat dengan kalimat dasar yang diimbuhinya. Cara mudahnya, lha wong  cuma pelengkap ya nempel. Tidak berdiri sendiri.

Berbeda dengan kata depan, "di" sebagai imbuhan jika keberadaannya dihilangkan, teks masih tetap dipahami.

Contoh 

Tolong, apel ini dikupas! → Tolong, apel ini kupas!

Hatinya seperti dipatahkan. → Hatinya seperti patah.

Walaupun bentuk ujaran tidak sempurna, kalimat tersebut masih bisa dipahami dan tidak memiliki makan yang berbeda jauh dengan kalimat sebelumnya. 


Membedakan Penulisan “Di” sebagai Kata Depan dan Awalan

1.    Jika “di” diikuti kata yang bermakna atau merujuk pada tempat, maka penulisannya harus dipisah. Kenapa? Karena “di” di sini berfungsi sebagai kata depan. Layaknya sebuah kata, bentuk “di” sebagai kata depan juga harus diperlakukan seperti kata, berdiri sendiri atau tidak melekat pada bentuk lain. Oleh karena itu, bentuk penulisan “di” harus dipisah dengan kata yang mengikutinya.

Contoh di yang dipisah:

di rumah

di sekolah

di meja

di tas merah

di genggaman tanganku

di bagian


Ada dua cara mudah untuk mengetahui “di” sebagai kata depan. (1) Kata depan “di” mempunyai pasangan “ke” dan atau “dari”. Misal, selain di rumah ada juga bentuk ke rumah dan dari rumah. (2) Kata depan “di” tidak dapat dilawankan dengan bentuk “meng-”. Nah, mudahnya: dari bentuk kata di atas ada kata ke atas, tetapi tidak ada bentuk kata mengatas. Tidak sulit, bukan?

Lalu, bagaimana penulisan di antaranya? Dipisah atau disambung dengan kata yang mengikutinya?Tepat! Karena di antaranya merujuk pada tempat, maka penulisannya pun harus dipisah.

2.   Jika “di” diikuti kata yang bermakna atau merujuk pada waktu maka penulisannya juga harus dipisah. Kenapa? Karena bentuk “di” di sini juga berfungsi sebagai kata depan.

Contoh:

di pagi hari

di senja itu

di penguhujung malam


Namun, sekadar catatan. Penggunaan kata depan “di” yang menyatakan atau menandai waktu hanya bisa digunakan dalam ragam tidak resmi atau cakapan saja. Dalam ragam ilmiah, sebaiknya gunakan “pada” untuk menyatakan waktu. Hal ini dikarenakan bentuk “di” tidak memiliki peran semantik untuk menyatakan waktu.  Silakan deh cek peran semantik preposisi di buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia halaman 295 atau baca tulisan saya tentang Di dan Pada.

Lalu, mengapa bentuk “di” umum sekali digunakan untuk menyatakan waktu? Bahasa tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaannya memengaruhi dan dipengaruhi bahasa lain. Begitu pula dengan bentuk “di” ini. Bentuk “di” digunakan untuk menerjemahkan at, in, dan on dalam bahasa Inggris yang selain menandai tempat juga menandai waktu. Makanya, enggak heran jika kita akhirnya sering menggunakan kata di sebagai penanda keterangan waktu.

3.       Di atas sudah dijelaskan bahwa dalam bahasan Indonesia, bentuk “di” selain berfungsi sebagai kata depan juga berfungsi sebagai awalan. Bentuk “di” sebagai awalan berfungsi memasifkan verba transitif (kata kerja yang membutuhkan objek). Ciri awalan “di-” ini adalah dapat dilawankan dengan bentuk “meng-”. Misal: selain bentuk dibaca, ada bentuk membaca; selain ada bentuk diukur, ada bentuk mengukur, selain ada bentuk dibina, ada bentuk

Karena bentuk “di” sebagai awalan berfungsi memasifkan verba transitif, maka bentuk “di” ini harus diikuti oleh kata kerja. Penulisan “di” sebagai awalan tidak boleh dipisah, harus dirangkai dengan kata dasar yang mengikutinya.

Contoh:

dibawa

dimakan

dibuang

disimpan

diletakkan

dihadapi

Agar lebih mudah dalam memahami, perhatikan gambar berikut! 

penggunaan-kata-di-dipisah-atau-digabung
Cara Mudah Membedakan Penulisan "Di" Dipisah atau Digabung


Nah, bagaimana Kawan Suzan? Sudah dapat membedakan bagaimana penulisan “di”, bukan? Kawan Suzan pasti sudah tidak bingung lagi, kapan harus memisah atau merangkai penulisan “di”.

Masyarakat kita sudah mulai melek literasi. Komunitas menulis menjamur di mana-mana. Kemunculan media-media online membuat kemauan menulis masyarakat mulai menggeliat. Kemunculan berbagai platform menulis memunculkan penulis-penulis baru.

Sebuah kemajuan yang perlu diapresiasi. Semakin tinggi kemauan menulis, semakin tinggi kemauan membaca. Semakin tinggi budaya baca-tulis, semakin peduli terhadap bahasa. Begitu kan, seharusnya?

Semoga tulisan ini bermanfaat. Mari cintai bahasa kita dengan belajar dan mengakrabi bahasa Indonesia!

 

 

 

 



Susana Devi Anggasari
Susana Devi Anggasari Hai, saya Susana Devi. Mamak dari Duo Mahajeng, Mahajeng Kirana dan Mahajeng Kanaya. Untuk menjalin kerja sama, silakan hubungi saya.